KONDISI SOSIAL EKONOMI KOMUNITAS MASYARAKAT SUKU BERCO

3.1. Analisis Sosial – Ekonomi

3.1.1. Kondisi Sosial Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah secara umum dan khususnya di Komunitas Masyarakat Adat Cek Bocek tidak bisa terlepas dari pertumbuhan sektor pertanian terutama sub sektor perkebunan dan peternakan. Secara sektoral, pertumbuhan sektor pertanian masih kecil dari pertumbuhan agregate namun mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Secara teknis pertumbuhan ekonomi tidak berdiri sendiri tetapi merupakan proses yang sangat dipengaruhi oleh sumber daya alam yang dimanfaatkan, jumlah penduduk dan fasilitas penunjang, disamping itu kesejahteraan juga dapat dilihat dari angka ketergantungan.

Dari hasil survey sosek yang dilakukan dari tanggal 7 s/d 17 Oktober 2010, diketahui bahwa  sumber penghasilan utama Masyarakat Adat Suku Berco ini berasal dari sektor pertanian,  hasil kebun yang menjadi komoditi unggulan adalah kopi, sedangkan kedelai dan padi sebagai hasil Ladang.   Untuk Padi lebih banyak digunakan untuk konsumsi sendiri atau subsistence, yaitu hasil pertanian hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sendiri daripada untuk dijual.  Kedelai untuk di jual, namun lokasi yang sangat terisolir ini menyebabkan biaya transport menjadi tinggi, hingga keuntungan menipis.     Kecilnya luas penggunaan lahan budidaya di wilayah adat suku Berco, mengindikasikan adanya keengganan komunitas adat untuk mengolah ladangnya secara lebih intensif, hal ini disebabkan karena keterbatasan biaya akses pemasaran.

Untuk menutupi kebutuhan sehari-hari ada anggota komunitas yang merangkap sebagai buruh tani disamping menggarap lahannya sendiri. Upah kerja sebagai buruh tani perhari Rp 20.000,-, disini nampak bahwa petani yang mempunyai dana cukup maka lahan yang bisa diusahakan cukup luas juga, sehingga penghasilan yang didapat cukup besar. Bagi petani kecil dengan dana pas-pasan, cukup berat untuk mensejahterakan rumah tangganya. Disisi lain, cukup memprihatinkan dimana wilayah yang mepunyai sumberdaya alam yang melimpah dan sangat sesuai untuk pengembangan pertanian dan peternakan, tapi masih ada penduduk yang kurang sejahtera. Hal ini menjadi dilema bagi penduduk Lawin, pada satu sisi jika produksi hasil pertanian meningkat maka harga jual akan jatuh, disamping itu jika curah hujan tinggi akses jalan untuk memasarkan terhenti, selain itu hasil-hasil pertanian akan rusak dan tidak ada nilai jual.

ü  Tingkat Penghasilan

Untuk melihat Penghasilan Rumah Tangga  Responden Komunitas Adat di  lokasi pemukiman Lawin, dalam survey sosial ekonomi ini  di bagi menjadi 2 kegiatan

usaha, yaitu pertanian dan non pertanian. Usaha pertanian menyangkut aktivitas ladang, kebun, peternakan dan perikanan. Sedangkan usaha non pertanian mencakup perdagangan, kehutanan, maupun aktivitas yang berasal dari sumber penghasilan lainnya.  Hasil analisis 10 Responden, dapat disimpulkan sebagai berikut :

  Tabel :  Tingkat Penghasilan dari 10 Responden

Produk Sub Sistem (Jenis) Pendapatan Rumah Tangga
No. Pertanian % Non Pertanian % Jumlah
1 19,286,000 7.13 5,930,000 6.59 25,216,000
2 2,840,500 1.05 58,140,000 64.58 60,980,500
3 23,621,000 8.73 4,752,000 5.28 28,373,000
4 14,955,000 5.53 14,955,000
5 23,808,000 8.80 23,808,000
6 29,713,000 10.98 10,275,000 11.41 39,988,000
7 7,156,000 2.64 7,332,000 8.14 14,488,000
8 89,390,000 33.03 89,390,000
9 14,400,000 5.32 3,600,000 4.00 18,000,000
10 45,435,000 16.79 45,435,000
270,604,500 100.00 90,029,000 100.00 360,633,500
75.04 24.96

          Sunber : hasil survey dan pengolahan data, Nurhidayat, Oktober 2010.

Dari Tabel tingkat penghasilan mengindikasikan bahwa 60 % komunitas masyarakat adat penghasilannya  berasal dari sektor pertanian dan non Pertanian, penghasilan terbesar (40 %) berasal dari sector pertanian. Secara keseluruhan mengindikasikan bahwa sektor pertanian menjadi penghasilan utama, penghasilan lainnya yang sifatnya temporer berasal dari sector peternakan, perikanan dan hasil hutan (gula aren, madu, sarang wallet dan rotan)

Ditinjau dari Tingkat penghasilannya Komunitas Masyarakat adat dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelas, yaitu :

  • Berpenghasilan Rendah (kurang dari Rp 30.000.000 /tahun )
  • Berpenghasilan Sedang ( Rp 30.000.000 – 60.000.000 /tahun  )
  • Berpenghasilan Tinggi (Lebih dari  60.000.000 /tahun )

Dari 312 kepala keluarga penduduk di Lawin, 60 % nya berpenghasilan kurang dari Rp 30.000.000/tahun atau rata-rata perbulan penghasilannya sebesar Rp. 2.500.000-,.  Penduduk yang penghasilannya mencapai 60.000.000/tahun, jumlahnya hanya 20 %. Kategori yang berpenghasilan rata-rata Rp. 5.000.000,-/bulan, termasuk keluarga mampu.  Demikian pula penduduk yang berpenghasilan rata-rata Rp. 3.750.000,- diklasifikasikan sebagai penduduk menengah (sedang), jumlahnya sekitar 20 % dari total jumlah kepala keluarga.

Sumber pendapatan rumah tangga selain dari sektor pertanian ada juga dari sector lainnya, seperti jasa. Melalui agen penyalur tenaga kerja sebagain penduduk Lawin (± 150 jiwa) terutama dari kaum perempuan disalurkan ke Timur Tengah sebagai pembantu rumah tangga. Setiap bulannya para tenaga kerja wanita yang di salurkan ke Timur Tengah, mengirimkan sebagian penghasilannya ke orang tuanya atau ke suaminya.

Penghasilan rumah tangga yang sifatnya tetap hanya dari sector pertanian, seperti dari usaha padi sawah, padi ladang, kedelai, kopi dan kemiri.  Sedangkan penghasilan rumah tangga yang sifatnya tidak tetap seperti mencari madu hutan,  berburu kijang/rusa dan mencari ikan sungai. Aktivitas tersebut hanya dilakukan pada saat-saat tertentu saja dan  umumnya hanya untuk konsumsi sendiri.

Peternakan sapi dan kuda, sifatnya hanya sebagai tabungan. Sementara untuk dijadikan sumber pendapatan jika terjadi kebutuhan yang sangat mendesak maka jenis ternak tersebut di jual. Peran ternak bagi penduduk Lawin berfungsi pula sebagai angkutan hasil pertanian, tetapi sapi yang sudah dewasa pada musim Haji banyak pula yang diperjual belikan.

Sementara ternak ayam hanya untuk kenutuhan rumah tangga dan cadangan kebutuhan jika ada kenduri atau hajatan. Bagi penduduk yang tidak mempunyai ternak ayam untuk kebutuhan hajatan, maka dapat membeli dari anggota lainnya yang memiliki ternak ayam.

Dalam satu tahun terakhir, sumber pendapatan yang cukup berasal dari buruh tani, membuat batu bata dan tukang bangunan. Sementara pegawai negeri, seperti guru, bidan dan pegawai kantor Camat, adalah penduduk yang tingkat penghasilannya cukup  tinggi di Lawin.

ü  Konsumsi Rumah Tangga

Tingkat konsumsi rumah tangga komunitas masyarakat adat Cek Bocek di Lawin dapat diklasifikasikan pula menjadi 3 kelas, yaitu tinggi, sedang, rendah.  Pembagian klasifikasi ini mengacu pada konsumsi rumah tangga yang paling banyak kebutuhannya, terutama kebutuhan pangan, sandang dan papan.

  • Konsumsi Rendah (kurang dari Rp 10.000.000 /tahun)
  • Konsumsi Sedang ( Rp 10.000.000 – 20.000.000 /tahun)
  • Konsumsi Tinggi  (Lebih dari  20.000.000 /tahun)

Pada keluarga dengan tingkat konsumsi tinggi ( datas Rp 20.000.000/tahun), 67.4 % nya untuk kebutuhan papan, 32.1 % nya untuk kebutuhan pangan dan sisanya kebutuhan sandang.

Untuk keluarga dengan tingkat konsumsi sedang  (Rp 10.000.000 – Rp 20.000.000/tahun),  52.6 % nya untuk kebutuhan pangan, 47.4 % nya untuk kebutuhan sandang .

Untuk keluarga dengan tingkat konsumsi rendah (kurang dari Rp 10.000.000/ tahun ),  95.4 % nya untuk kebutuhan pangan, sisanya untuk kebutuhan sandang.

Dari keseluruhan disimpulkan, bahwa  60 % dari tingkat konsumsi rumah tangga  komunitas adat cek Bocek tergolong rendah (kurang dari Rp 10.000.000 /tahun), dan mengindikasikan bahwa  pengeluaran lebih banyak hanya untuk kebutuhan pangan, dan masih belum dapat memenuhi kebutuhan lainnya.

3.1.2. Kependudukan

Gambaran Kependudukan  Komunitas Masyarakat Adat Cek Bocek (Lawin) Kabupaten Sumbawa Adalah   :

  • Jumlah Penduduk                   : 1 308 Jiwa (713 Laki-laki dan 595 Perempuan).
  • Jumlah Rumah Tangga                        :  312 kepala keluarga
  • Jumlah Rumah                                    : 283 un it

Di Lokasi Pemukiman Lawin memiliki RJK di atas 100 yang berarti secara umum penduduk laki-laki lebih banyak daripada penduduk perempuan. Nilai RJK : 11,83 persen,  Artinya di antara 100 penduduk laki-laki hanya 88 orang penduduk perempuan.

Ratio jumlah keluarga (RJK) labih banyak laki-laki dari pada perempuan, hal ini dipengaruhi olah pilihan lapangan usaha untuk perempuan di luar Lawin lebih besar dibendingkan dengan laki-laki. Lapangan usahan yang menjanjikan dan tidak membutuhkan keahlian khusus yaitu pembantu rumah tangga yang disalurkan ke Timur Tengah, yang dikoordinir oleh Penyalur Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI)

3.1.3. Aksesibilitas 

ü  Akses terhadap Fasilitas Pendidikan

Di lokasi Lawin Komunitas Cek Bocek sudah ada 2 fasilitas pendidikan, 1 unit bangunan fasilitas pendidikan setingkat taman kanak-kanan dan 1 unit bangunan fasilitas pendidikan setingkat Sekolah Dasar (SD). Fasilitas pendidikan lokasinya berada di tengah kampung dan rata-rata jaraknya hanya 200 meter yang harus ditempuh oleh murid-murid TK dan SD. Sementara itu    fasilitas bangunan sekolah setingkat SLTP lokasinya berada di kampung tetangga (Lebangkar atau Kecamatan Ropang). Pelajar SLTP harus menempuh sekitar 15 Km dari pemukiman Lawin. Sementara untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi yaitu seringkat SLTA atau sedrajat harus menempuh jarak sekitar 70 Km, yaitu kota Kabupaten Sumbawa.

ü  Akses ke Pusat Pemerintahan  

Wilayah pemukiman masyarakat adat di Lawin merupakan lokasi yang sangat tersisolir, hanya satu akses jalan keluar masuk. Jarak ke ibu kota Kecamatan

Ropang hanya 7 Km, namun kondisi jalan sangat tergantung dengan cuaca, jika cuaca normal maka dapat ditempuh dalam waktu 1,5 jam, tetapi jika turun hujan maka harus menunggu beberapa hari sampai kondisi jalan mengering.

3.1.4. Fasilitas Kesehatan

Fasilitas kesehatan yang tersedia di lokasi pemukiman Lawin adalah 1 bangunan Polindes dan 1 posyandu. Untuk Rumah sakit, rumah sakit bersalin ataupun balai pengobatan hanya ada  di Kota Kabupaten Sumbawa. Puskesmas hanya ada di kota  kecamatan Roppang, sedangkan Lawin hanya ada 1 Bidan.

Keberadaan bidan di daerah terpencil ini sangat diperlukan, terutama dalam kaitannya dengan penurunan jumlah kematian ibu melahirkan (maternal mortality) dan termasuk juga kematian bayi (infant mortality). Untuk posyandu hanya ada satu (1).

Dilokasi terisolir ini peranan dukun (sandro)  kampung sangat membantu masyarakat dalam mengatasi berbagai keluhan baik secara medis maupun non medis.  Dukun (sandro) bayi di Lawin sebanyak 3 orang, dukun kampung sebanyak 7 orang dan dukun kebatinan 1 orang.

3.1.5.  Sanitasi dan Penerangan

Analisis Sosial Ekonomi sudah  dilakukan melalui distribusi quesioner kepada 10 responden yang dipilih secara acak.  Pengambilan Data dilakuan dengan teknik Wawancara, sehingga semua blanko dapat terisi. Untuk data monografi dilakukan dengan mengumpulakan data dan catatan dari para pemimpin-pemimpin kelompok masyarkat adat. Data-data yang digali dari kedua quesioner di atas, diharapkan mampu memberikan gambaran yang cukup mengenai kondisi  komunitas Masyarakat adat Cek Bocek Selesek Rensuri.

Gambaran sanitasi dan penerangan diperoleh lewat survey Sosek , dengan hasil sbb :

ü  Sanitasi Rumah Tangga

Salah satu indikator kesehatan rumah tangga adalah dengan melihat kondisi sanitasinya, yakni: sumber air, yang dibedakan menjadi sumber air minum dan sumber air untuk mandi, cuci dan kakus (MCK); serta tempat pembuangan limbah yang dibedakan menjadi tempat pembuangan limbah, dan tempat pembuangan sampah.

Dari hasil survei rumah tangga (10 quesioner yang dibagikan) diperoleh gambaran bahwa sumber air minum yang digunakan oleh penduduk pada umumnya berasal dari mata air dan air tanah dan tidak ada yang menggunakan air sungai untuk minum dan masak.

Penggunaan air sungai oleh penduduk hanya untuk mandi dan cuci disamping itu untuk tempat buang hajat besar bagi rumah tangga yang tidak memiliki MCK.

Kondisi air tanah di wilayah ini relative masih dangkal, bagi penduduk yang memanfaatkan air tanah rata-rata sudah menggunakan mesin air, hanya 20 % nya saja  yang membuat sumur  gali.

ü  Limbah Rumah Tangga

Limbah yang dimaksud disini adalah limbah cair rumah tangga, yaitu limbah buangan MCK, baik limbah WC dan dapur. Dari hasil survei rumah tangga, seluruh  responden membuang limbah cairnya ke lokasi pembuangan limbah di samping/belakang rumah, sedangkan limbah padat dibuang ke sungai atau dibuang ke tempat-tempat lain. Limbah dibedakan menjadi limbah cair dan limbah padat. Untuk lokasi pembuangan limbah padat, atau biasa disebut dengan sampah, seluruh  responden  menjawab dibuang di lubang yg di gali di belakang rumah.

ü  Penerangan dan bahan bakar kebutuhan rumah tangga

Dari 10 responden yang diambil sebagai sampel, didapat data bahwa 100% responden sudah menggunakan listrik  PLN sebagai sumber penerangan.   Pelayanan PLN di wilayah ini masih menggunakan tenaga diesel dengan output daya yang terbatas,  yang  hanya mampu melayani pelanggan untuk  malam hari saja, mulai  pukul 17.00 sampai pukul 06.00 pagi,  di Siang hari listrik tidak dapat di gunakan.

Bahan bakar untuk rumah tangga terdiri dari 2 jenis, yaitu minyak tanah dan kayu bakar.   100 % responden masih menggunakan kayu bakar untuk memasak, Sedangkan minyak tanah digunakan hanya untuk lampu sumbu sebagai cadangan jika listrik PLN tiba-tiba padam .

Tingkat perekonomian masyarakat di Lokasi pemukiman Lawin, dapat tergambar dari  kepemilikan barang-barang mewah (kebutuhan tersier).

Barang mewah yang dimaksud adalah: televisi, radio, telepon selular dan kulkas. Dari 10 responden semuanya sudah berlangganan listrik PLN, dan semuanya sudah memiliki Pesawat TV.   30 % responden sudah memiliki Handphonei, dan 50 % dari responden memiliki radio.

Diwilayah yang terisolir dan belum adanya BTS penguat telepone cellular, tapi di jumpai ressponden yang sudah memiliki HP, mengindikasikan bahwa 30 % Komunitas adat sudah memiliki hubungan bisnis yang baik dengan dunia luar.  Di wilayah ini jika akan menggunakan HP, mereka harus pergi kearah desa Roppang, jika ditempuh dengan Motor, dibutuhkan waktu 1 jam perjalanan.